Mengidentifikasi Kebiasaan, Adat, dan Etika dalam Novel Angkatan 20-30an


Hasil karya sastra merupakan cermin zamannya. Sastra yang diciptakan pada masa sekarang tentu sangat berbeda dengan karya sastra yang diciptakan pada tahun 20-an atau 30-an. Tahun 20-an atau 30-an merupakan masa penjajahan sehingga karya sastra yang dihasilkan menggambarkan kehidupan pada masa penjajahan dengan liku-likunya. Kebiasaan, adat, dan etika yang dilukiskan pun merupakan pelukisan pada masa itu. Dengan demikian kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir tokoh-tokohnya tentu berbeda dengan novel yang diciptakan pada sekarang. Namun demikian tentu saja masih banyak juga adat, kebiasaan, etika dan pola pikir masa itu yang masih relevan dengan situasi sekarang. Dengan mendalami kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir yang terdapat dalam novel 20- atau 30-an kemudian membandingkan dengan situasi sekarang, kita dapat melihat bagaimana perkembangannya sampai sekarang ini. Hal ini penting dipelajari agar kita mampu mempertahankan nilai-nilai yang baik dan relevan dengan sekarang dan menghindari atau menjauhi kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat kita, baik nilai moral, sosial, maupun nilai agama. Itu sebabnya kompetensi dasar ini penting untuk kamu kuasai dengan baik.


Pengertian
Mengidentifikasi =mengenali
Kebiasaan = kegaliban, kelaziman, kerutinan
Adat = budaya, tata cara, aturan
Etika = etiket, akhlak, budi pekerti, tata susila: kesopanan, kesantunan.


Adat dan Kebiasaan dalam Novel Angkatan 20-30an
Setiap zaman mempunyai adat dan kebiasaannya masing-masing, misalnya dalam cara berpakaian, makan, bertamu, upacara pernikahan, syukuran kelahiran anak, dan sebagainya. Kebiasaan satu masyarakat dapat diketahui dari karya-karya yang diciptakan pada masyarakat itu. Sebagai contoh, perhatikan cuplikan berikut.

Berkali-kali ia bangun dari tidurnya. Lalu, memasang lampu listrik dan menulis surat panjang kepada Corrie. Tapi, dirinya semakin khawatir saja. Maka, dengan tidak berpikir panjang, dibukanyalah lemari pakaiannya. Lalu, diisinya sebuah koper kulit dengan pakaian dan pelbagai barang yang berguna bagi perjalanannya. Hanafi akan berangkat ke Semarang.
Dengan tidak dibacanya lagi, surat itu dibungkusnya, diletakkannya di atas meja beranda muka. Jika ia otak tenang di hati, kemudian dapat pula membaca suratnya itu niscahaya Hanafi akan heran, bagaimanakah keadaan otaknya masa itu. Karena surat amat kacau isinya dan tidak berkentuan ujung pangkalnya.

(Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928)

Terdapat beberapa alat teknologi yang dinyatakan dalam cuplikan di atas, yakni lampu listrik, surat, lemari pakaian, dan koper kulit. Dengan demikian, berdasarkan cerita itu, alat-alat seperti lampu listrik dan lemari pakaian sudah dikenal pada tahun 1920-1930an. Hanya saja bentuknya yang mungkin berbeda.
Dari sebuah cerita, kita pun dapat mengenal adat dan kebiasaan satu masyarakat. Seperti tampak dalam cerita tersebut, yaitu:
– Pakaian disimpan dalam lemari
– Bila bepergian (jauh) membawa koper kulit


Kaitan Isi Novel dengan Kehidupan Nyata
Cerita dalam novel merupakan hasil imajinasi. Meskipun demikian, hal itu tidak lepas dari pengalaman nyata pengarangnya, tidak lepas pula dari adat kebiasaan yang berlaku pada masyarakatnya. Sebagai contoh, perhatikan kembali cuplikan novel Salah Asuhan. Memasang lampu listrik ketika akan menulis surat merupakan peristiwa yang biasa dilakukan ketika malam hari. Begitu pun dengan mengisi koper dari pakaian yang diambil dari dalam lemari, juga merupakan peristiwa yang sering dijumpai dalam kehidupan nyata.


Karakteristik Novel Angkatan 20-30an
Karya-karya sastra yang lahir pada periode 1920-1930an sering disebut sebagai karya sastra Angkatan Dua Puluhan atau Angkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan Dua Puluhan sebab novel yang pertama kali terbit adalah pada tahun 1920, yakni novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Disebut juga Angkatan Balai Pustaka area karya-karyanya banyak yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Peran Balai Pustaka dalam menghidupkan dan memajukan perkembangan sastra Indonesia memang sangat besar. Penerbitan pertamanya adalah buku novel Azab dan Sengsara dan kemudian berpuluh-puluh novel lain diterbitkan pula termasuk buku-buku sastra daerah.
Selain disebut Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Dua Puluhan disebut juga Angkatan Siti Nurbaya karena novel yang paling laris dan digemari masyarakat pada masa itu adalah novel Siti Nurbaya karangan Marah Rusli.
Novel-novel yang lahir pada periode tersebut memiliki persamaan-persamaan umum, yakni banyak yang bertemakan masalah adat dan kawin paksa. Novel-novel tersebut juga banyak yang berlatar daerah Minangkabau. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh latar belakang pengarangnya mayoritas berasal dari daerah Sumatera Barat.

Ciri lainnya dapat dilihat pada cuplikan berikut.

Pada malam itulah Hanafi baru dapat “menguak” utangnya kepada ibunya, yaitu utang yang kira-kira belum akan langsung terbayar, meskipun ia memperbuat mahligai tinggi bagi ibunya. Hanafi mengakulah sekarang bahwa ibunya bukan orang bodoh, oleh karena itulah timbullah sebab adab dan cinta kepada orang itu. Sebab selamanya itu, ibunya hanya memperturutkan saja segala kehendaknya dengan tidak melakukan kekerasan sekali juga.

(Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928)

Novel tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Dari bahasanya saja tampak bahwa novel tersebut merupakan karya tempo dulu. Banyak kata dan kalimat yang tidak dipahami. Walaupun sama-sama menyatakan hubungan penyebaban, maksud dari kalimat-kalimat itu susah dicerna.

Selain kata-katanya banyak yang telah usang, novel tahun 20-30an sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat klise (sering dipakai). Susunan kata yang sejenis banyak digunakan oleh pengarang-pengarang dalam berbagai karyanya. Kata-kata itu misalnya pada satu hari, tatkala itu, wajahnya bermuram durja, berbagai-bagai kelakuan mereka, wajahnya cantik jelita, dsb.

Ciri lainnya bahwa novel tahun 20-30an banyak yang menggunakan bahasa percakapan sehari-hari. Hal ini berbeda dengan karya-karya pada periode sebelumnya yang bahasanya itu lebih kaku. Perhatikan kutipan berikut.

Hanafi menyesali dirinya tidak berhingga-hingga. Maka ditutupnyalah mukanya dengan kedua belah tangannya, lalu menangis mengisak-isak sambil berseru dalam hatinya. “Oh, Corrie, Corrie istriku! Di manakah engkau sekarang? Lihatlah suamimu menyadari untung, lekaslah kembali, supaya kita menyambung hidup kembali seperti dulu.”

(Salah Asuhan, Abdul Muis, 1928)

Bahasa percakapan sehari-hari dalam cuplikan di atas, antara lain tampak pada perkataan tokoh Hanafi. Kata-kata tersebut merupakan ragam bahasa percakapan. Hal ini terutama pada kata seru oh yang sampai sekarang pun kita sering menggunakannya ketika bercakap-cakap.


Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri novel angkatan 20-30an adalah sebagai berikut.
Tema : permasalahan adat, romantisme, kawin paksa
Pengarang : berlatar belakang Minangkabau
Bahasa : bersifat klise, percakapan sehari-hari


Sumber:

  1. Tri Retno Murniasih dan Sunardi. 2008. Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. 129-134.
  2. Kosasih dan Restuti. 2008. Mandiri Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Penerbit Erlangga. 123-130.

  1. kurang lengkap

    Suka

    • setiani
    • Maret 23rd, 2015

    trims, udh membantu bgt

    Suka

    • yoga
    • Februari 24th, 2015

    cara tokoh menggunakan perasaan dan pola pikir nya ada nggak mas?

    Suka

      • kamaruna-san
      • Februari 24th, 2015

      ga ada broo belum updte, yooohoo cari di lain web aja :. Tugas sekolah dikerjain jangan dadak broo :3

      Suka

    • Karakter tokoh-tokoh dapat dilihat dari dialog tokoh itu, percakapan tokoh lain mengenai tokoh itu, bentuk fisik, pakaian atau segala sesuatu yang dikenakan tokoh, serta gerak-gerik tokoh.

      Semoga membantu. 🙂

      Suka

  2. -_- padahal ngetiknya sampe jari keriting..
    makasih masukannya 🙂

    Suka

    • ari
    • Februari 16th, 2015

    sama kurang lengkap

    Suka

    • fairah
    • Januari 6th, 2015

    kurang lengkap 😛

    Suka

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar